Strategi Social Commerce: Bagaimana Instagram Dan Tiktok Mengubah Cara Berbisnis?

Blog Single

Di era transformasi digital, media sosial tidak hanya menjadi ruang komunikasi, tetapi telah berevolusi menjadi kanal perdagangan digital dikenal sebagai social commerce. Platform seperti Instagram dan TikTok menjadi aktor utama dalam membentuk pola konsumsi baru yang lebih visual, interaktif, dan berbasis komunitas digital. Menurut laporan Accenture (2022), nilai pasar global social commerce diproyeksikan mencapai USD 1,2 triliun pada tahun 2025, meningkat lebih dari tiga kali lipat dibanding tahun 2021.

Peran Instagram dan TikTok dalam Ekosistem Social Commerce

Instagram: Visual Trust & Branding

  • Instagram Shopping: Produk bisa ditandai langsung dalam feed, story, atau reels.
  • Influencer marketing: 61% pengguna Instagram membeli produk setelah melihat rekomendasi influencer (Statista, 2023).
  • Reels & Story: Menguatkan sisi emosional dari brand melalui storytelling pendek.

Contoh: Brand lokal seperti Erigo dan Scarlett mampu menembus pasar global melalui strategi visual dan kolaborasi dengan selebgram & event internasional.

TikTok: Hyper-personalization & Virality

  • For You Page (FYP) menciptakan peluang konten menjangkau jutaan pengguna tanpa perlu follower banyak.
  • TikTok Shop menyatukan konten, katalog produk, dan transaksi langsung dalam satu ekosistem.
  • Live Shopping & Hashtag Challenge mendorong impulsive buying (pembelian spontan).

Menurut McKinsey (2022), TikTok meningkatkan konversi hingga 70% pada segmen Gen Z.

Strategi Efektif dalam Social Commerce (Studi Kasus & Teori)

  1. Content-driven Marketing (Teori AIDA)
  • Attention: Gunakan konten visual yang “catchy” (Reels/TikTok pendek)
  • Interest: Storytelling personal & edukatif
  • Desire: Testimoni + influencer terpercaya
  • Action: CTA kuat & link belanja langsung

Contoh: Brand kosmetik Somethinc menggunakan TikTok tutorial singkat + TikTok Shop untuk dorong pembelian langsung.

  1. Influencer & Micro-Influencer Strategy
  • Micro-influencer (follower <100K) terbukti memberi engagement lebih tinggi karena dinilai “dekat” dan lebih otentik.
  • Strategi berbasis kepercayaan (trust-based economy) lebih efektif daripada iklan biasa.
  1. Komunitas sebagai Ekosistem Konsumen
  • Membentuk komunitas (misal: “Brand Ambassador Squad” di TikTok) meningkatkan loyalitas pelanggan dan menciptakan UGC.
  • Komunitas digital juga memicu efek FOMO (fear of missing out), meningkatkan konversi penjualan.

Pilar Strategi Social Commerce di Instagram dan TikTok

Untuk membangun keberhasilan dalam social commerce melalui Instagram dan TikTok, terdapat empat pilar utama yang saling menopang dan membentuk fondasi strategi digital yang kokoh:

  1. Kreatif, berarti membuat konten visual yang menarik dan emosional agar mampu mencuri perhatian audiens.
  2. Konsisten, menekankan pentingnya jadwal unggahan yang teratur untuk membangun kepercayaan dan menjaga algoritma tetap aktif.
  3. Kolaboratif, dilakukan dengan menggandeng influencer dan komunitas untuk memperluas jangkauan dan menciptakan kepercayaan sosial.
  4. Data-driven, artinya strategi harus berdasarkan analisis performa konten agar dapat terus disesuaikan dengan kebutuhan pasar.

            Empat pilar ini saling melengkapi dan menjadi kunci dalam memenangkan persaingan bisnis di platform seperti Instagram dan TikTok. Mengabaikan satu saja bisa memengaruhi performa dan keberlangsungan bisnis. Maka, terapkan strategi secara seimbang dan terintegrasi agar bisnismu tidak hanya bertahan, tapi juga tumbuh berkelanjutan di era social commerce!

 

 

Sumber :

Hootsuite Blog (2023). Social Commerce Trends You Need to Know.
https://blog.hootsuite.com/social-commerce/

De Veirman et al., "Marketing through Instagram Influencers: The Impact of Number of Followers and Product Divergence on Brand Attitude," International Journal of Advertising 36, no. 5 (2017): 798–828, https://doi.org/10.1080/02650487.2017.1348035.

Share this Post1: